top of page
Search

Self-Care vs Self-Sabotage: Perbedaan Kecil, Dampak Besar


Pernah gak sih kamu punya tujuan besar—mau lebih produktif, lebih sehat, atau lebih sukses—tapi justru malah menunda-nunda atau membuat alasan dengan dalih “self-care” yang akhirnya bikin kamu gagal sendiri? Kalau iya, bisa jadi kamu sedang mengalami self-sabotage! Tanpa sadar, kita sering melakukan hal-hal yang justru menghambat kemajuan kita sendiri. Tapi, kenapa ya kita melakukan ini? Dan yang lebih penting, gimana cara berhenti dari kebiasaan ini? Yuk, kita bahas lebih dalam!


Apa Itu Self-Care?

Self-care adalah tindakan proaktif yang dirancang untuk meningkatkan kesehatan fisik, mental, dan emosional seseorang. World Health Organization (WHO) mendefinisikan self-care sebagai kemampuan individu untuk menjaga kesehatan secara mandiri, termasuk aktivitas seperti makan sehat, tidur cukup, olahraga, hingga mencari bantuan medis dan psikologis bila diperlukan.


Studi yang diterbitkan dalam BMC Public Health (2019) menunjukkan bahwa praktik self-care, seperti mindfulness, olahraga teratur, dan pola tidur yang baik, terbukti dapat menurunkan tingkat stres dan meningkatkan kebahagiaan seseorang.


Contoh:

  • Beristirahat yang cukup setelah hari yang melelahkan.

  • Mempraktikkan mindfulness atau meditasi untuk mengelola stres.

  • Berbicara dengan teman atau terapis saat menghadapi tekanan.

  • Mengatur pola makan sehat dan teratur


Apa Itu Self-Sabotage?

Sebaliknya, self-sabotage adalah perilaku atau pola berpikir yang secara tidak langsung menghalangi diri dari mencapai tujuan atau kesejahteraan. Meskipun seringkali dilakukan secara tidak sadar, self-sabotage bisa terlihat seperti self-care.


Contoh:

  • Menunda pekerjaan penting dengan alasan “aku butuh waktu untuk diriku.”

  • Membenarkan kebiasaan buruk (seperti makan junk food secara berlebihan) sebagai “reward.

  • Menghindari tugas berat, padahal hal itu menambah tekanan di kemudian hari.


Menurut artikel Self-Sabotage: Why You Do It and How to Stop for Good oleh Nick Wignall (2020), self-sabotage terjadi karena beberapa faktor psikologis utama, yaitu:

  1. Ketakutan akan kegagalan

  2. Perasaan tidak layak akan kesuksesan / ketakutan akan tanggung jawab yang lebih besar setelah sukses

  3. Perfeksionisme yang berlebihan

  4. Kurangnya regulasi emosi sehingga memiliki mekanisme koping yang kurang sehat

  5. Memiliki keyakinan negatif tentang diri sendiri, seperti tidak cukup baik atau tidak layak dicintai (Negative Core Beliefs)

  6. Kenyamanan dalam kebiasaan lama / tidak nyaman dengan perubahan


Bagaimana Cara Membedakannya?

Karena self-care dan self-sabotage sering terlihat serupa, berikut adalah beberapa cara untuk membedakannya:


  1. Tujuan

    • Self-care: Fokus pada pemulihan atau perbaikan jangka panjang.

    • Self-sabotage: Biasanya bertujuan menghindari ketidaknyamanan sementara.

  2. Perasaan Setelahnya

    • Self-care: Kamu merasa lebih segar, termotivasi, atau lega.

    • Self-sabotage: Kamu mungkin merasa senang sesaat, namun merasa bersalah, stres, atau kewalahan setelahnya.

  3. Pertanyaan yang Bisa Kamu Tanyakan:

    • Apakah ini membantu atau menghalangi diriku untuk mencapai tujuan jangka panjang?

    • Apakah ini membuatku lebih sehat atau sekadar nyaman sementara?


Tips Memilih Self-Care yang Tepat

Jika kamu khawatir terjebak dalam pola self-sabotage, berikut adalah beberapa tips untuk memastikan bahwa tindakanmu benar-benar mendukung kesejahteraan:


  1. Mengenali Pola Self-Sabotage – Menyadari kapan dan bagaimana perilaku self-sabotage muncul. Misalnya, mencatat kapan dan alasan mengapa kamu menunda pekerjaan.

  2. Mengidentifikasi Emosi di Baliknya – Menggali perasaan yang memicu perilaku tersebut, seperti takut gagal atau perfeksionisme.

  3. Membangun Pola Pikir yang Lebih Positif – Mengubah keyakinan negatif dengan afirmasi positif atau terapi kognitif. Misalnya, kalimat "Saya tidak cukup baik" diganti dengan "Saya mungkin belum sempurna, tapi saya terus belajar dan berkembang."

  4. Mempraktikkan Regulasi Emosi – Melatih keterampilan mengelola stres dan kecemasan dengan mindfulness, teknik pernapasan 4-7-8, atau teknik grounding 5-4-3-2-1.

  5. Membuat Perubahan Bertahap – Menghindari perubahan drastis dan mulai dengan kebiasaan kecil yang lebih sehat. Misalnya, mulai dengan menetapkan timer 5-10 menit untuk mengerjakan tugas tanpa distraksi.

  6. Mencari Dukungan dan Akuntabilitas – Berbicara dengan teman, mentor, atau terapis dapat membantu kamu mendapatkan perspektif baru dan dorongan untuk keluar dari pola self-sabotage. Memiliki sistem akuntabilitas, seperti teman atau jurnal yang memantau perkembangan, juga mungkin bisa meningkatkan motivasimu.


Seperti kata pepatah: “Self-care adalah mencintai diri sendiri dalam jangka panjang, bukan hanya mencari kenyamanan sementara.”


Penulis:

Fathiya Nadhifa Sydra Tsany, B.A., S.Psi


Referensi:

  • BMC Public Health (2019). The role of self-care in managing stress and improving health.

  • World Health Organization (2019). Self-care and health.

  • Wignall, N. (2020). Self-Sabotage: Why You Do It and How to Stop for Good. Retrieved from https://nickwignall.com

 
 
 

Comments


Pelayanan Konseling Klinik Satelit UI

Gedung Klinik Satelit Makara UI Lt. 3

Jl. Prof. Dr. Ir. Soemantri Brodjonegoro (Depan Fakultas Teknik UI)

Jam Operasional : 08.00 - 16.00

Email: konseling.satelitmakara@gmail.com

Phone: 0852 1000 1514

Subscribe untuk Dapatkan Update Terbaru

© 2018Layanan Konseling Makara Universitas Indonesia

bottom of page